Ikon Jalan Malioboro |
Libur panjang setelah pemilu serentak
tahun 2019 dan hari libur Paskah pada bulan April. Kata orang-orang jogja,
libur panjang maka siap-siap dihadapkan dengan macet di mana-mana. Apalagi
pusat-pusat wisata yang begitu digandrungi wisatawan saat ke Yogyakarta seperti
Malioboro, Taman Sari, Keraton, Alun-alun, Pantai Parangtritis dan sederet
wisata pantai lainnya. Untuk alasan itu, saya memutuskan untuk keluar dari kosan-kosan
seawal pagi untuk menghindari panas dan macet.
Dengan menggunakan jasa Ojek Online,
saya bermotor menuju Malioboro pada jam 07.00. jalanan masih lengang. Udara masih
segar. Beberapa orang terlihat jogging di tepian jalan utama Jalan Veteran,
menikmati hari cuti kerja dengan berolahraga. Dengan membayar Rp 11.000, saya
minta diturunkan di dekat café Loko, salah sebuah coffee shop yang berada di
sebelah utara Jalan Malioboro. Konsep yang ditawarkan oleh kafe ini adalah
pengunjung bisa menyantap makanan sembari menyaksikan pemandangan kereta yang
lewat. Kafe ini juga berhampiran dengan Stasiun Tugu dan dekat dengan ikon
tulisan Yogyakarta, tempat wisatawan untuk berswafoto.
Dari kafe Loko, saya berjalan
perlahan-lahan ke selatan. Deretan toko masih banyak yang belum buka, begitu
juga pedagang batik yang biasanya menjajakan barang dagangannya di trotoar
jalan. Semuanya masih ditutup dengan terpal plastik. Kesibukan yang paling
nampak adalah pedagang kaki lima di kiri jalan. Warung-warung tenda yang
menyediakan aneka jenis makanan khas Jogja sudah riuh dikunjungi pembeli. Mulai
dari warung Angkringan, aneka jenis gorengan, Soto, Pecel, Gudeg hingga aneka
jenis Mie.
Saya belum tertarik untuk menyambangi
salah satu gerai yang tersedia. Saya terus berjalan menyusuri jalan Malioboro
dengan udara yang sudah mulai lembab. Wisatawan sudah memenuhi trotoar jalan
untuk berburu kuliner di sepanjang jalan Malioboro. Memang layak jika Malioboro
dipadati pengunjung dari pagi hingga malam. Mau mencari apa saja tersedia. Mau berbelanja
baju, jalanan sepanjang 2 km tersebut dipenuhi oleh pedagang baju. Mau kuliner,
sepanjang trotoar jalan Malioboro menawarkan banyak jenis makanan. Mau melihat
kesenian, banyak sekali pemain musik jalanan. mau melihat pertunjukan diva
dunia, Raminten Kabaret menyediakannya.
Pasar Bringharjo |
Ingatan saya tertuju pada warung lesehan Gudeg di seberang pintu masuk
Pasar Bringharjo. Warung lesehan yang menawarkan menu makan Gudeg murah dan
enak. Saya pernah mencobanya beberapa tahun yang lalu, dan masih belum ada
Gudeg lain yang bisa mengalahkan rasanya. Entah, apakah penjual nasi Gudeg tersebut
masih orang yang sama atau sudah bertukar orang. Sesampainya di dekat pintu
masuk Pasar Bringharjo, ternyata banyak sekali penjual nasi Gudeg, baik yang
lesehan maupun yang pakai gerobag. Semuanya penuh. Bahkan sampai antri. Saya coba
pilih salah satu saja. Ternyata rasanya tidak begitu mengecewakan. Perpaduan antara
sayur Gudeg, Kuah Cecek pedas dan Tahu bacemnya sempurna. Cukup membayar Rp
15.000, saya bisa mendapatkan Nasi Gudeg dengan campuran telur, tahu, kuah
cecek, sayur Gudeg dan ditambah satu gelas teh hangat.
Perjalaan saya lanjutkan ke Pasar
Bringharjo. Pada pukul 8.00 pagi, Pasar Bringharjo masih belum begitu ramai
karena banyak kedai yang belum buka. Meski begitu, pengunjung sudah mulai
memenuhi ruas jalan di dalam pasar. Barang yang dijajakan ada berbagai macam. Mulai
dari kain batik, aneka souvenir pernikahan, perabot rumah, makanan dan juga
barang-barang vintage. Saya tertarik untuk mencari barang-barang vintage atau
barang-barang yang kuno dan unik, namun sepanjang perjalanan di dalam pasar
dari pintu timur ke barat, saya tidak menemukan barang yang saya cari. Mungkin karena
belum buka saja, karena teman saya biasa belanja barang-barang vintage di sini.
Selanjutnya, saya pergi ke Hamzah
Batik, salah satu toko yang begitu terkenal di Malioboro. Konsep toko yang
menjual berbagai jenis produk tersebut sangat digandruni pembeli meski toko belum buka. Terlihat dari antrian
yang mengular di depan pintu masuk. Saya menunggu di kursi tunggu selagi belum
buka. Aroma dupa menyengat. Lelaki berpakaian beskap hilir mudik membawa
peralatan do’a, perapian dan aneka jenis bunga. Ritual do’a sedang dilaksanakan.
Orang bilang harga-harga barang di
Batik Hamzah tergolong murah, selain itu pengunjung bisa mencari barang apa
saja sekaligus. Dalam toko tiga tingkat tersebut dibagi dalam beberapa bagian. Tingkat
satu untuk busana batik, tingkat dua untuk kerajinan tangan dan tingkat tiga
untuk kafe dan panggung pertunjukan seni. Ada beberapa pagelaran seni yang
ditawarkan oleh Hamzah Batik setiap Jum’at, Sabtu, Minggu dan Rabu pekan ke
tiga. Pada sabtu dan Minggu, pukul 19.00 WIB ada Raminten Kabaret, pertunjukan
seni menyanyi yang diperankan hampir sama seperti penyanyi aslinya, biasanya
memperagakan artis internasional. Pada hari
minggu di jam yang sama, ada pertunjukan Tari Klasik dan pada Rabu pecan ke
tiga ada pertunjukan Jonggrang, Story of Prambanan Temple.
Anggun, Raminten Kabaret |
Komentar
Posting Komentar