Langsung ke konten utama

Panggil Aku Monyet!

Hujan amat lebat begitu kakiku melangkah turun di peron stasiun Kali Deres. Sesuai nama stasiunnya, kali yang bermakna air sungai dan deres yang bermaknaa lebat, maka kedatanganku kala itu disambut dengan air melimpah karena hujan lebat.

Di pelataran stasiun, air menggenang. Tukang ojek memakai jas hujan saling bersahutaan menawarkan jasa ojek. Anehnya, justru tidak ada jasa sewa payung yang jauh lebih dibutuhkan saat akan mencari angkot menuju  arah tujuan masing-masing penumpang.

Aku berlari. Seolah berlari menjauhi kenyataan, bahwa di tengah guyuran hujan yang teramat lebat dan pada sekian kilometer perjalanan yang selalu kutempuh, aku masih saja berteman sebuah buku. Selalu beralibi bahwa perjalanan seorang diri jauh lebih enak daripada berjalan berdua yang terkadang alasan-alasan itu hanyalah alasan jomblo.

Aku memberanikan diri menerobos derasnya hujan. Mengikuti perkataan ibu-ibu yang mengatakan bahwa tempat untuk mencari angkot agak jauh dari stasiun. Jalanan becek, motor dan mobil saling berebut jalan, palang kereta api tanpa belas kasihan turun sewaktu-waktu, hujan dan dipenuhi gerutuan dari mulut-mulut banyak orang.

Aku menunggu angkot berwarna hijau-putih, jurusan Kali Deres menuju Kota Bumi. Tidak ada. lalu aku  tanya ke salah satu bapak-bapak di pangkalan ojek. katanya, angkot  menuju Kota Bumi agak jauh dari sini, harus naik angkot lain dulu dari dekat jembatan tak jauh dari pangkalan ojek. Di sana bisa jumpa berbagai macam angkot dan menuju berbagai macam jurusan. Mendadak saya buta jalan. Kalimat-kalimat penjelasan  Bapak tadi berputar-putar seperti gulungan kaset ruwet. Perut saya sudah berteriak lapar. Dan sepatu saya basah. Apes sekali.

Perjalanan pertama naik angkot Kali Deres menuju Kota Bumi pada awalnya berjalan lancar sampai Pasar Baru. Saat itu keruwetan benar-benar semakin menguji. Jam sudah merangkak menuju angka lima dan hujan belum lagi selesai.

"Macet panjang," penjual rokok saling berbagi informasi kepada supir angkot sambil menjajakan rokok di kotak asongannya. Hujan begini, apalagi yang lebih hangat dari rokok dan bergandengan tangan dengan pasangan kekasih.

"Mau ke tempat pacarnya, ya, Mbak?" Supir Angkot mengajak berbincang padaku. Seorang perempuan dengan dandanan cantik dengan nyamannya bersandar di bahuku. Ampun deh. Sudah berkali-kali aku gerakin bahu sebagai bentuk protes dan merasa terganggu dengan aktifitas tidurnya pun tak membuatnya bangun. Kemacetan tidak mengganggunya. Ia tetap nyenyak tidur. Sementara aku balas dengan gelengan ringan kepada sang supir.

"Bukan, Mas. Ke rumah saudara aja"

Motor-motor berusaha menembus kemacetan jalan raya. Sebagian ada yang naik ke trotoar yang udah enggak mirip trotoar lagi karena sudah digunakan untuk mendirikan warung-warung dan segala sampah lainnya. Perlahan-lahan  motor saling mencari celah untuk bergerak maju.
Tiba-tiba seorang pengendara motor menyambar kaca spion angkot. Untung enggak sampai patah.

"Monyet, Lo!" Sang supir kontan berteriak. Saat itu aku bisa menyaksikan adegan slow motion ala Rangga yang sedang berjalan di Pasar Kwitang dan melihat Cinta sedang berduaan di mobil. Tatapannya tajam. Lirikannya menghunus. Aku kira akan terjadi pergaduhan.

 Alhamdulillah enggak. Mungkin di benak pengendara motor tadi, ia sedang mengadu kepada Tuhan.

"Tuhan, mereka panggil aku monyet!"

Aku jadi teringat, apakah ucapan spontan seperti yang diucapkan oleh sang supir tadi telah memberikan inspirasi pada film milik Djenar Maesa Ayu yang berjudul "Mereka Bilang Aku Monyet?

Ah, Indonesia. Terlalu banyak inspiasi tumpah di negerimu. Setiap perjalanan sekecil apapun selalu penuh dengan cerita.

Komentar

  1. Indonesia memang selalu penuh cerita yang bakal jadi ide buat pos blog hahaha :D Monyet dan anggota kebun binatang lain seolah menjadi umpatan dasar -_-

    BalasHapus
  2. terimakasih, Kak Tuteh atas ilmunya. semoga semakin rajin upload tulisan....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni Tertawa Bersama Raminten Kabaret

Kabaret Show mungkin sebuah pertunjukan baru di Indonesia, apalagi di Yogyakarta. Jika dulu di   tanah Jawa terkenal dengan pertunjukan tradisional seperti Ketoprak, Ludruk, Srimulat, Wayang, Tayuban, Tembang Dolanan, Ebeg, Laisan, Lengger Calun dan lainnya, kini ditampikan seni pertunjukan baru yang mengundang gelak tawa. Dalam sejarahnya, kabaret mulai muncul pada tahun 1965, sementara pada tahun 1912 kabaret diartikan sebagai representasi dari restaurant atau night club . Raminten Kabaret  Konten dari pertunjukan Kabaret berbeda-beda. Contohnya, Belanda dan Jerman memasukkan konten dengan muatan politic satire. Di Amerika Serikat memasukkan konten Stand up Comedy , sementara Perancis yang memiliki sejarah tertua cabaret, biasanya melakukan penampilan dengan jumlah penari yang besar. Di Yogyakarta sendiri, Kabaret Show menampilkan seni menyanyi lip-sync yang diperankan oleh Cross Dresser. lagu-lagu yang ditampilkan berbagai macam, ada dangdut, pop Indonesia bahkan lag

Kuda Kepang, Warisan Budaya Jawa di Selangor

Kuda Kepang atau lebih dikenali dengan sebutan Kuda Lumping di Indonesia juga ada di Selangor. Selain di Selangor, terdapat juga tarian kuda kepang di Johor Bharu. meski berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu berasal dari Jawa, namun baik kuda kepang di Johor Bharu maupun kuda kepang di Selangor memiliki perbedaan. Perbedaan yang paling ketara adalah dari ritual-ritual sebelum pelaksanaan tarian Kuda Kepang. kuda-kuda Kepang Menurut sejarah, tarian kuda kepang merupakan tarian untuk memperingati musim panen padi. saat munsim panen, orang-orang berkumpul untuk melakukan tarian ini. Tarian ini menggunakan miniatur kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan dicat dengan warna-warna tertentu. Biasanya dimainkan oleh 12 penari. Bisa juga lebih. Adapun musik pengiringnya adalah Gendang, Gong, Bonang, Saron dan pecut. Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk bisa menyaksikan persembahan tarian kuda kepang di Kampung Haji Dorani, Parit Panjang, Selangor. Wa

Pantai Gesing, Pesona Laut dengan Ombak Menakjubkan

Pantai selatan sememangnya menawarkan keindahan alam yang sangat memesonakan. Deretan pantai dengan debur ombak tinggi, karang laut yang menjulang besar-besar serta perbukitan yang seolah menjadi batas antara pantai dan daratan kota Yogyakarta. Memilih percutian ke daerah Yogyakarta, tidak lengkap jika tidak mengunjungi beberapa deretan pantai selatan daerah Gunung Kidul. Mulai dari yang terkenal, yaitu pantai Parangtritis, Pantai Depok, pantai Timang,   hingga pantai-pantai yang masih baru bagi wisatawan seperti pantai Teras kaca, pantai gesing, pantai Ngobaran dan masih banyak lagi. Salah satu pantai yang pernah saya kunjungi adalah pantai Gesing. Pantai yang terletak di Girikerto, Panggang, Gunung Kidul tersebut menawarkan keindahan pantai yang bisa dilihat dari ketinggian karang, serta lekukan teluk kecil tempat perahu nelayan diparkir. Sekelilingnya adalah hutan hijau yang membentuk tebing-tebing tinggi dan berbatu. Pantai ini satu arah dengan pantai Teras Kac