Walang Jati |
Rabu pagi itu
kami duduk bersila di dalam aula TBM Mahanai, sebuah TBM yang berada di
kecamatan Mojoreto, Kediri. Di TBM sedang tidak ada kegiatan setelah
melaksanakan sholat gerhana di mushola tidak jauh dari TBM. Suasana tenang
sekali mungkin bisa disebut khusyuk karena masyarakatt Indonesia sedang
menghayati kejadian alam yang sangat langka terjadi, yaitu gerhana matahari
total.
Itu adalah hari
pertama kedatanganku ke Kediri. Kereta api yang membawaku dari Yogyakarta tiba
di kekdiri pada jam 01.00 dini hari. Atas bantuan Mbak Anazkia, aku
diperkenalkan kepada teman-teman dari TBM Mahanani sehingga mereka menjemputku
di stasion pada jam 02.00 dini hari. Mereka baru saja pulang dari pengajian,
bahkan sang tuan rumah juga menitipkan buah salak, katanya untuk tamunya yang
baru datang dari Yogyakarta. Aduh…tersanjung sekali, di manapun, selalu banyak
malaikat-malaikat baik hati dalam wujud makhluk sejenis adam.
Sebelum sampai
ke TBM, Mas Agung, Mas Puguh dan Mas Adisti mengajakku untuk makan makanan khas
Kediri yang sudah dibuka seawall jam 01.00 dini hari di area pasar belakang
kali Brantas, tidak jauh dari stasion. Karena nasi pecelnya tidak ada, maka
saya dipesankan nasi Tumpang, yaitu sebuah nasi dengan tekstur lembut, sayuran,
kuah tempe serta rempeyek. Mungkin, sebagian orang tidak akan menyukai makanan
ini, karena aroma tempenya kurang enak. Bahkan, Mas Agung bilang bahwa Babeh
Helmi yang popular di kalangan kompasioner juga enggak suka.
Setelah selesai
makan, kami segera ke TBM, menembus jalanan yang lumayan lengang. Ada beberapa
anak motor yang masih jalan-jalan pada jam selarut itu. Setelah melewati
Universitas Nusantara PGRI berjalan ke depan sedikit kami menemui lampu merah.
Sebelum lampu merah ada sebuah gang di sisi kanan, masuk gang kurang lebih 100
meter, disitulah letak TBM Mahanani, yaitu TBM yang dibangun di atas tanah
bekas kandang sapi. Mas agung dan kawan-kawannya adalah relawan yang mengelola
TBM itu sendiri.
Melihat begitu
banyak buku dari sejumlah penulis terkenal Indonesia membuatku kehilangan rasa
ngantuk. Padahal di kereta api Cuma terlelap satu jam saja karena susah sekali
tidur, takut kebablasan. Ada buku Clara, pipiet Sendja, Dee lestari dan banyak
lagi penulis lainnya. aku mengambil satu buku untuk membacanya. Kata mas Agung,
saya disarankan untuk segera tidur, mengingat akan banyak sekali kegiatan besok
pagi yaitu kegiatan sholat gerhana dan kegiatan latihan seni untuk anak-anak.
Pukul lima pagi
saya sudah terbangun dan segera mencari toilet. Setelah berkeliling rumah
ternyata enggak ketemu, akhirnya saya pergi ke mushola yang sudah agak sepi,
melaksanakan sholat shubuh. Lalu melanjutkan membaca buku lagi sampai pukul
06.30 karena sholat gerhana akan segera dilaksanakan.
Penduduk kampung
sangat ramah, aku turut berbaur menyaksikan euphoria sholat gerhana di kampung
yang baru aku jejaki beberapa jam. Sholat lalu mendengarkan khotbah dan ditutup
dengan jamuan makan soto.
Setelah sholat,
ternyata tidak ada kegiatan, saya sendiri memilih untuk ngobrol dengan Mas
Agung selagi menunggu Marini, salah satu temanku saat di Malaysia dan
berdomisili di Kediri yang berjanji akan menjemputku.
Mas Agung
menawari cemilan walang jati yang ia bawa dari kampung halamannya, yaitu
Nganjuk. Wah, melihat pertaa sekali walang yang digoreng itu jadi teringat
makanan yang dijual di pinggir-pinggir jalan ketika berada di Thailand, Cuma
ketoka di Thailan, makanan sejenis serangga ini dijual di atas gerobag begitu
saja, dan banyak sekali species serangga yang dijual.
Kata Mas Agung,
saat ini sedang musim panen Wlang Jati di kampungnya. Wa;ang jati adalah
sejenis belalang yang hidup di dahan-daun pohon jagung maupun ketela yang
ditanam di kawasan hutan jati. Saat musim penghujan begini, ia bisa menjadi
pendapatan tambahan. Terkadang sekali panen, beberapa orang bisa mendapatkan
sampai 80 kg. setiap 1 kg berisi kurang lebih 40 ekor belalang.
Oleh masyarakat
Nganjuk kemudian dibudidayakan untuk menjadi makanan, dengan olahan bumbu
tertentu, walang jati diolah menjadi cemilan yang cukup digemari. Namun sayang,
harga bahan dan harga penjualan masih jauh sekali dari target yang dicapai.
Makanan sejenis ini tidak semua orang suka, bahkan anyak yang jijik mungkin,
kalaupun membeli paling untuk coba-coba karena penasaran.
Terimakasih Mas
Agung dan kawan-kawan sudah mau menampung saya, ya…..
Komentar
Posting Komentar