Roda bus itu menggilas perlahan jalanan
sempit di sebuah perkampungan yang terletak di Negeri Selangor. Sejauh mata
memandang, mata saya dijamu dengan pemandangan tanah kering bekas sawah padi.
panen telah usai, menyisakan akar padi berwarna kecoklatan. Ada beberapa batang
yang menjulang tinggi, sedikit memberikan warna kehidupan perkampungan Parit
Panjang. Setelah bus yang kami tumpangi berhenti di salah sebuah homestay
tempat kami akan tinggal selama satu malam, Kami segera turun. Bergegas satu persatu
peserta yang ikut dalam kegiatan wisata sejarah Selangor memilih kamar untuk
meletakkan barang bawaan mereka.
Kegiatan kami selama mengikuti wisata
sejarah Selangor adalah mengenali warisan budaya di Selangor. Di antaranya
adalah menyaksikan tarian Kuda Lumping, mengenali berbagai jenis Kompang dan
pertunjukan wayang kulit. Sekilas semua pertunjukan merupakan pertunjukan
tradisional yang ada di wilayah pulau Jawa, Indonesia. Adakah semua pertunjukan
itu adalah kesenian budaya tradisional
Malaysia ataukah kesenian tradisional Indonesia? Seringkali kesenian
tradisional itu menjadi konflik tersendiri bagi dua-dua Negara. Timbul kesan
saling klaim budaya dan akhirnya terjadi perseteruan yang sengit.
Seperti halnya kesenian lain yang juga
sering dimainkan di Malaysia, di antaranya adalah Reog Ponorogo dan nyanyian
lagu Rasa Sayange. Selain beragam tarian dan lagu, ada juga beberapa makanan
yang berasal dari Indonesia seperti Rendang. Meski banyak hal yang berasal dari
Indonesia itu seolah-olah menjadi budaya Melayu, namun sejatinya ia masih tetap
budaya Indonesia meski ada sedikit sentuhan yang berbeda.
Mengenali rangkaian warisan budaya jawa di Malaysia
Setelah saya mengikuti rangkaian
pertunjukan beberapa budaya Tradisional tersebut, saya menjadi tahu. Kegiatan saling
menghujat dan saling klaim yang selama ini digaung-gaungkan di media sosial itu
tidaklah benar. Semua pertunjukan tradisonal tersebut tetaplah berasal dari
Indonesia dan dimainkan oleh orang-orang yang berdarah Indonesia khususnya
berasal dari Jawa. Semangat kejawen itu masih belum lepas dari para pemain yang
memiliki darah keturunan Jawa.
Seperti halnya Wak Rusli, salah seorang
pemimpin tarian Kuda Kepang yang berasal dari Jawa. Ia menceritakan bagaimana
asal-usul tarian Kuda Kepang untuk memperingati musim panen di Jawa. Ritual
pemanggilan ruh-ruh dari kahyangan untuk ikut serta dalam tarian dan juga
berbagai jenis makanan-makanan pelengkap selama prosesi ritual juga sama
seperti ritual yang ada di pulau jawa. Ada kemenyan, aneka kembang, pisang
kelapa dan lainnya. Filosofi kebersamaan, suka cita dalam permainan musik
gamelannya memberikan nilai sejarah tersendiri untuk mengingatkan kehidupan
kampung halaman pada masa prakemerdekaan dulu.
Kompang atau Terbang juga terdapat di
Malaysia. Di Indonesia, sebutan alat permainan ini bisa bermacam-macam. Ada
yang menyebutnya sebagai Hadrah, Terbangan dan juga Rebana. Kalau di Malaysia
sebutannya cukup satu, yaitu Kompang. Ada dua jenis kompang, yakni Kompang Jawa
dan Kompang Tigo. Perbedaannya hanya pada kecrikan. Kompang tigo tidak memakai
kecrikan pada tiga sisi alat tabuhnya. Di Malaysia Kompang ini digunakan untuk
acara penyambutan, baik penyambutan pengantin maupun tetamu terhormat. Kalau di
Indonesia, Rebana digunakan pada perayaan-perayaan tertentu seperti Mauludan
dan perayaan hari tradisi muslim lainnya.
Pertunjukan seni wayang juga sudah tidak
asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tokok
Ramayana, gatutkaca, Rahwana, Anoma, Arjuna dan lain sebagainya. Dalam
penceritaannya juga mengambil kisah-kisah zaman dulu. Tentang filosofi-filosofi
kehidupan, watak-watak manusia, kisah percintaan hingga kisah peperangan. Tak
lupa dalam setiap kisah pewayangan menyelipkan nilai-nilai agama sehingga
Wayang juga menjadi salah satu tradisi untuk menyebarkan syiar agama islam pada
masa itu.
Yang masih melekat di dalam kepala saya
sebagai perempuan masa kini dan sudah berganti era dari zaman kuno beralih ke
modern, tokoh yang paling melekat di kepala saya adalah sang tokoh Arjuna.
Sampai saat ini, tokoh Arjuna dalam seni pewayangan dikenal sebagai lelaki
tampan yang rajin beribadah dan berpuasa. Nilai yang coba disampaikan kepada
penonton adalah jika kita berakhlak baik, menjalankan syariah agama dan menahan
diri dari tingkah-tingkah yang buruk, kita akan menjadi sosok yang bersinar.
Namun, kini sosok Arjuna lebih kita kenal sebagai seorang Playboy sang
penakhluk wanita.
Jika dulu seni pewayangan untuk syiar
agama, berbeda dengan saat ini. seni pewayangan lebih diperkenalkan untuk
mengenali nilai budaya warisan nenek moyang. Mengenali jati diri dan sejarah
bangsa. Mempererat tali persaudaraan karena persamaan budaya.
Perkumpulan-perkumpulan dalam setiap pementasan dijadikan sebagai sarana untuk
mempertemukan orang-orang yang sudah terpisah jarak karena perkembangan
tekhnologi digital.
Yang membuat saya bangga selama mengikuti
perjalanan wisata sejarah itu adalah saya bertemu dengan orang-orang
berketurunan Jawa. Mereka menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa harian meski
mereka sudah berbeda generasi dengan orang tua mereka. mereka juga tidak
segan-segan untuk menyebut bahwa semua peralatan untuk pertunjukan seni budaya
diambil dari tanah air kita sendiri. Budaya-budaya itu mungkin bisa hidup subur
di tanah orang, namun tidak pernah melupakan dari mana ia berasal. Saya merasa
kaya, bangsa Indonesia sangat kaya dengan budaya. Bangsa Indonesia sangat kaya
dengan tradisi yang tidak bisa dibandingkan dengan Negara manapun.
Ayahku seorang pelaut
Setelah mengikuti rangkaian wisata sejarah
itu, saya dipertemukan dengan salah seorang warga Malaysia. Beliau kini menjadi
majikan saya. Beliau keturunan jawa asli dari generasi pertama. Saya suka
sekali ketika beliau menceritakan asal-muasal keluarganya. Ayahnya adalah seorang Imigran dari
Indonesia. Melakukan perjalanan laut dengan beberapa orang kawan. Meninggalkan
kampung halamannya sendiri untuk mendapat penghidupan yang lebih baik. Saat
itu, Malaysia belum seperti sekarang. Di tengah-tengah pelayarannya, ia melihat
sebuah daratan yang menjadi harapannya sepanjang melakukan pelayaran. Mereka
yang tergabung dalam rombongan pelayaran saling bersorak gembira.
Namun, laut adalah sebuah misteri. Daratan
yang baru saja mereka lihat hilang begitu saja setelah kapal mereka dihantam
badai. Harapan untuk bisa menemui daratan amatlah nipis. Yang ada mereka
semakin jauh berlayar sementara bekal semakin menipis. Mereka terus melanjutkan
perjalanan dengan harapan yang tersisa. Sampai akhirnya bisa menemui daratan
yang kali ini di sebut Johor Bharu. Mereka mendarat di sana. Mencoba membuka penghidupan pada lahan kosong
yang ada.
Jika menilik kembali sejarah Malaysia,
sebut saja tempat tingga saya sekarang ini yang berada di Selangor.
Kita tidak
bisa melupakan sejarah begitu saja. Yang menjadi orang-orang pertama yang
mendirikan tempat ini adalah orang-orang yang berasal dari Indonesia. Empu
Daeng, merupakan salah seorang perempuan asal Bugis yang memimpin kota Selangor
pertama kali saat itu. Sejarahnya bisa dilihat di Taman Bukit Melawati Musium. Tidak
heran jika raut wajah orang-orang melayu tidak jauh berbeda dengan wajah-wajah
orang Indonesia, karena memiliki kesamaan nenek moyang.
Nilai-nilai filosofi masih dijunjung tinggi
oleh majikan saya. Ia sangat menghormati segala bentuk tanaman. Tanaman yang
ada di pekarangan rumah tidak hanya tanaman yang tumbuh dan memberikan
keindahan, melainkan memiliki ruh. Tanaman-tanaman itu mampu kita ajak bicara
dan memberikan reaksi timbal balik. Entah benar ataupun tidak, namun itulah
yang diwariskan oleh ayahnya yang berasal dari Jawa. Ia juga masih menggunakan
bahasa jawa sebagai bahasa harian.
Sejauh perjalanan bermil-mil jarak yang
saya lakukan, saya semakin yakin, Indonesia sangat kaya akan budaya. Masih
banyak budaya-budaya yang belum terkikis karena masih ada orang-orang yang
peduli untuk melestarikannya. Sementara di tanah sendiri sudah semakin hilang,
namun di tanah rantau ini saya masih melihat semangat juang mereka untuk
meneruskan warisan budaya nenek moyang.
Orang-orang Indonesia juga sangat berani
dan tangguh. Seperti judul sebuah lagu, nenekku seorang pelaut. Maka, lautan
luas yang membentang itu menjadi tantangan sekaligus ladang bagi orang-orang
Indonesia untuk bertahan hidup.
Komentar
Posting Komentar