Nasionalisme adalah bentuk
dari rasa cinta terhadap tanah air. Rasa cintanya pun bisa diwujudkan dengan
berbagai macam cara. Bagi rakyat Indonesia, wujud rasa cinta terhadap tanah air
yang paling nyata sering ditunjukkan pada bulan agustus. Contoh yang paling
kecil adalah sejak memasuki bulan agustus, Masyarakat Indonesia terbiasa untuk memasang bendera merah putih di depan
pagar rumah masing-masing.
Selain pemasangan bendera, ada juga berbagai
kegiatan untuk menyemarakkkan hari kemerdekaan yang selalu dilakukan pada
tanggal 17 agustus. Perayaan tersebut terkenal dengan sebutan tujuh belasan.
Masyarakat yang tinggal dipedesaan melakukan bersih desa, mengecat
gedung-gedung pemerintahan seperti balai desa dan bangunan penting lainnya.
Lomba kebersihan antar desa, karnaval, aneka lomba bahkan sampai konser dangdut
yang digelar di lapangan-lapangan desa.
Lain pula dengan
kemeriahan di kota-kota, baliho-baliho di pinggir jalan yang biasa memajang
foto calon gubernur maupun calon aparat pemerintah lainnya kini berganti dengan
ucapan dirgahayu Republik Indonesia. Bendera merah putih saling terbentang di
pinggir-pinggir jalan, lampion merah putih menghias langit malam, promo-promo
di mall-mall besar ditawarkan melalui screen tempat memasang iklan di setiap
trafik light.
Para pecinta alam
memeriahkan perayaan hari ulang tahun kemerdekaan RI dengan melakukan upacara
di puncak-puncak gunung maupun laut. Para TNI AU membuat atraksi dengan menari
di angkasa sambil mengibarkan bendera merah putih. Para polisi membuat atraksi
dengan format baris-berbaris. TNI AD yang memamerkan atraksi keseruan yel-yel
penuh kekompakan. Pengibaran bendera raksasa di tengah laut dan lain-lain lagi.
Masyarakat kini sudah
tumbuh di era yang sangat maju, hidup di zaman tekhnologi di mana siaran yang
dilakukan di Jakarta bisa sampai di pelosok-pelosok negeri. Ketika lagi
kebangsaan Republik Indonesia berkumandang di hadapan Presiden Republik
Indonesia yang berada di Jakarta, masyarakat di pelosok papua maupun Kalimantan
masih bisa menyaksikannnya melalui televise. Menggetarkan hati serta membuat
terharu bagi siapa saja yang mendengarnya.
Bagi masyarakat yang
berada di luar negeri, khususnya bagi para pekerja , mungkin moment tujuh
belasan tidak begitu terasa kemeriahannya seperti ketika berada di Negara
Indonesia sendiri. Jangankan untuk bisa berpartisipasi dalam upacara pengibaran
bendera merah putih. Ingat hari kemerdekaan saja mungkin tidak akan ingat. Yang
lebih sering diingat tentu hanya tanggal akhir, antara tanggal 27 hingga
tanggal 30 karena itu adalah tanggal gajian. Lalu, bagaimana jika atribut merah
putih itu dikibarkan selain pada tanggal tujuh belas agustus? Lelaki nyentrik
satu imi telah membuktikannya.
Saya tanpa sengaja melihat
ia sedang berdiri di tepi jalan, mengenakan kostum badut warna merah putih,
mengibarkan bendera merah putih. Diantara banyak bendera berwarna kuning dan
merah milik Selangor, serta lautan warna biru pasukan Johor, bendera merah putih terlihat sangat asing. Saat
itu sedang ada pertandingan bola antara Johor melawan Selangor . Saat itu juga
bukan bulan agustus. Jadi pemandangan lelaki berpakaian kostum merah putih
terlihat sangat janggal , apalagi ini bukan di Negara Indonesia. Ini berada di
Malaysia. Bagaimana mungkin bendera merah putih bisa berkibar di tengah-tengah
pendukung sepakbola di Malaysia? Kita telah tahu bahwa hubungan Indonesia dan
Malaysia, khususnya dalam persingan sepak bola tidak bisa dibilang dingin.
Selalu saja terlempar bola panas jika tim Indonesia melawan tim Malaysia.
Apakah lelaki itu kurang
waras?
Apakah lelaki itu mau cari
sensasi?
Apakah lelaki itu tidak
takut jika tiba-tiba dia tidak diperbolehkan masuk ke stadium karena salah
kostum?
Majikan yang duduk di
sebelah saya hanya tersenyum, “ lihat tuh Des, warga negaramu!”Saya hanya
menanggapi dengan senyuman. Kali ini bukan karena saya malu, tapi karena saya
bangga. Jauh di lubuk hati saya, saya merasa sangat salut dengan keberanian
lelaki itu untuk mengibarkan bendera merah putih di tengah-tengah warga
Malaysia.
Tiba-tiba saya
teringat, pernah membaca berita di dalam
situs online. Sebuah berita olahraga. Andik VErmansah, salah satu pemain
terbaik tim Indonesia bergabung dengan tim Selangor. Tim yang sedang bermain
saat itu. Apalagi setelah pertandingan, saya membaca kembali kilas pertandingan
sepakbola. Permainan Andik sangat bagus. Ia berhasil mendapatkan satu goal yang
sangat cantik. Sekali lagi saya merasa
terharu. Ia membuat nama Negara Indonesia menjadi harum.
Sekecil apapun bentuk dukungan
untuk Negara merupakan wujud kecil dari sebuah Nasionalisme. Dan saya merasa
bangga kepada orang-orang yang berani nyleneh
dan berani tampil beda.
Cerita lainnya datang dari
salah seorang supir taksi.
Saat itu saya sedang dalam
perjalanan menuju perpustakaan daerah. Dari stesyen putra, saya melanjutkan
perjalanan menggunakan taksi. Setiap naik taksi, saya tidak pernah bisa diam.
Selalu saja muncul rasa ingin berkomunikasi. Selalu banyak cerita menarik yang
keluar dari mulut para supir taksi. Bukan sekali-dua kali. Saya sudah menemui
banyak supir taksi dengan beraneka ragam cerita. Salah satunya adalah cerita
dari bapak ini.
Namanya adalah Pak
Suyatno. Sekilas dengar, kita bisa langsung menebak bahwa beliau adalah orang
Indonesia. Benar, beliau adalah pria paruh baya yang lahir di Yogyakarta.
Datang ke Malaysia pada tahun 1991. Beliau mempunyai tiga orang anak yang sudah
selesai kuliah. Tiga-tiganya telah menyelesaikan kuliah di bidang perhotelan
dan accounting.
Saya sempat terkejut,
hebat sekali bapak ini. menyekolahkan ketiga anaknya di Malaysia dan masih berkebangsaan
Indonesia. Apa tidak susah ? apa tidak
mahal ?berapa pendapatannya setiap hari ? dan berbagai pertanyaan lainnya yang
membuat saya kembali bertanya kepada bapak tadi.
Lalu dia menceritakan
kembali awal mula masuk ke Malaysia. Ia pertama kali bekerja sebagai seorang
supir Bus, lalu bertukar menjadi pekerja restaurant. Beberapa tahun kemudian,
ia menjadi supir mobil box dan terakhir menjadi supir taksi hingga sekarang.
Sementara itu, istrinya mempunyai bisnis kuliner. Di salah sebuah rumah
sewanya, istri membuat aneka kue tradisional Indonesia. Kini bisnis kulinernya
telah menyebar luas, banyak permintaan dari pelanggan sehingga ia pun memanggil
adiknya untuk turut serta bekerja di Malaysia.
Anak-anaknya juga sudah
mendapatkan pekerjaan bagus. Salah satunya sebagai seorang penerima tamu di
hotel dan yang lainnya sebagai accounting dengan gaji yang tinggi. Saya sempat
bertanya, bagaimana cara beliau mendidik anak sehingga anak-anaknya bisa
sukses?
Dia menjelaskan, hal
terpenting agar keluarga menjadi sukses adalah managemen waktu. Dia selalu
memastikan mengantar dan menjemput anak dari oleh dirinya sendiri agar bisa merasakan
kedekatan dengan anak-anak. kedisiplinan yang tegas antara bermain dan belajar.
Saat sholat dhuhur, ia akan pulang ke rumah. Memastikan anak-anaknya juga
sholat tepat waktu. Apabila malam, anak-anak sudah berada di ruang belajar
semua. Kedisiplinan-kedisiplinan kecil yang ia tunjukkan kepada anak-anaknya memberikan
hasil yang sangat cemerlang.
Saya merinding mendengar
ceritanya.
“Apa motivasi Bapak sehingga terlalu keras dalam mendidik anak?”
Tanya saya saat itu,
“Bapak hanya lulusan SMP,
saya ingin anak-anak saya jika besar nanti tidak hanya menjadi petani di
kampung halaman, saya ingin mereka sukses”
“ Karena Bapak sudah
sangat lama tinggal di Malaysia dan bisa dibilang sangat sukses, apa Bapak
tidak ingin pindah kewarganegaraan ? menjadi warga Negara Malaysia? “
“ kehidupan di Malaysia
mungkin bisa dibilang sangat bagus, saya mendapatkan semuanya. meskipun begitu,
Merah putih akan tetap di hati saya, saya tidak mungkin pindah kewarganegaraan
dan melupakan Indonesia “
Perkataannya sukses
membuat dada saya sesak. Indonesia dengan segala kesusahannya dalam mencari
penghidupan. Indonesia dengan segala keruwetan pemerintahannya. Indonesia
dengan garis kemiskinan yang tinggi. Korupsi tidak lagi menjadi aib tapi
menjadi bahan bercanda. Pengamen jalanan serta anak gelandangan menjadi
penghias kota dan berbagai pemandangan pahit lainnya ternyata menyimpaan warga
Negara yang begitu sayang, begitu cinta dan begitu membanggakan.
Komentar
Posting Komentar